Windows 7 Loader eXtreme Edition v3.5


Windows 7 Loader eXtreme Edition v3.5
Windows 7 Loader eXtreme Edition v3.5


Features list:

Requires no additional processes running after patching.
Has a theoretical 100% success rate due to it being hardware independent.
Efficiently coded with safety checks to prevent damage to a Windows installation.
Un-install option.
Complete removal of all genuine related elements visible to the user, whilst keeping the core activation system active, allowing you to pass various genuine checks without issue.
Progress bar to allow overview of completion time.
A completley safe solution with zero risk of bricking your bootsector or rendering your pc unbootable

Screenshot :



How it works:

Close all antivirus and firewalls, and then run the program with administrator privileges (from the internet need not be switched off)
Click “Windows 7 Loader eXtreme Edition ” and Click Activate top left button.
Please wait until you see the message on successful completion of the procedure
Computer will restart automatically
Please stiil wait.
Computer will restart automatically
All the system is activated


Installation Instructions:

- Install program  and follow onscreen prompts.
- Start program and follow instruction.
- Done, Enjoy.

Windows 7 Loader eXtreme Edition v3.5
DOWNLOAD


Rancid - Let The Dominoes Fall (2009)


Rancid - Let The Dominoes Fall (2009)
Rancid - Let The Dominoes Fall (2009)


Let the Dominoes Fall is the seventh studio album by the American punk rock band Rancid. It was released on June 2, 2009 through Hellcat Records. It is their first album of new material in nearly six years, following 2003's Indestructible, and their first with drummer Branden Steineckert, who joined the band in 2006 after the departure of founding drummer Brett Reed.
The span of nearly six years between Indestructible and Let the Dominoes Fall was Rancid's longest gap between studio albums in their career. The band had begun working on new material after their temporary hiatus in 2004,[10] but showed no signs of a new album until January 2008, when they announced that they had begun recording with producer and Bad Religion guitarist Brett Gurewitz. The writing and recording process was finally finished in February 2009.
The album's first single "Last One to Die," was released on April 7, 2009 via the band's Myspace page. As of May 26, 2009 the album can be heard on MySpace entirely."Up To No Good" was released as the album's second single.
A deluxe edition of the album was also released on June 2, 2009. In addition to the regular album, it includes a bonus CD featuring twelve of the songs from the album in acoustic form, a DVD featuring a documentary about the making of the album, three posters and four guitar picks. It debuted at #11 on the Billboard 200, making this Rancid's highest charting album to date.

Rancid - Let The Dominoes Fall (2009)
DOWNLOAD

Eset NOD32 Finder Premium License v1.1 Final



Eset NOD32 Finder Premium License v1.1 Final
Eset NOD32 Finder Premium License v1.1 Final

Eset NOD32 Finder Premium License v1.1
This program performs the search for licenses in different servers for Eset Nod32 all version.
Keys Updated Every Day To Work For Everyone
This software is one of the best eset nod32 activator for daily updated keys
Working keys 100%

Screen shot:


Requirements:
Net Framework
Internet Connection

Instructions:
Run program
Click on "Generate" for get new keys.
Use key for activate eset nod32 all version.
Done. Enjoy.


Eset NOD32 Finder Premium License v1.1 Final

Operasi Intelijen Awal 2011, Picu Terpuruknya Partai Demokrat


Antara Januari-Februari 2011, sebuah skenario yang menentukan perjalanan Partai Demokrat hingga seperti sekarang ini, mulai dijalankan. Pada waktu itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang menyadap Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).

Menurut sumber yang tak mau disebutkan namanya dan memiliki hubungan khusus dengan orang-orang dalam di lingkungan Kemenpora menyatakan, pada saat itu, informasi bahwa KPK sedang melakukan penyadapan sampai ke telinga orang-orang Kemenpora.

Entah bagaimana, informasi terkait mulai dilakukannya penyadapan oleh KPK itu bisa bocor. Namun demikian, ternyata penyebaran informasi itu, tak merata diterima orang-orang Kemenpora. Buktinya, Sekretaris Menpora, Wafid Muharram sukses digelandang KPK pada 21 April 2011.

Sedangkan Choel Mallaranggeng yang merupakan adik Menpora Andi Malarangeng, dimana sering disebut oleh Nazaruddin sebagai orang yang mengatur semua proyek di Kemenpora justru lolos dari proses penyadapan ini.

Kini yang jadi pertanyaan, mengapa pada waktu itu tak semua pejabat tinggi di Kemenpora mendapatkan informasi bahwa KPK sedang melakukan penyadapan? Bila informasi itu disebar merata, tentu Wafid akan ‘tiarap’ dan hati-hati saat ‘bertransaksi’ di Kemenpora. Atau iformasi itu memang hanya diteruskan kepada ‘kawan’ dan bukan kepada ‘lawan’ di lingkungan Kemenpora?

Bukankah Nazaruddin juga pernah menyebutkan bahwa Wafid memberikan dukungan kepada Anas Urbaningrum saat maju sebagai Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat (PD) pada Kongres di Bandung, tapi ia meminta pula agar dukungan itu jangan sampai diketahui Andi Malarangeng.

Dari keterangan itu, secara sederharna bisa disebutkan bahwa Wafid sesungguhnya adalah lawan Andi Mallarangeng. Seperti diketahui bersama, Andi yang mendapat restu Cikeas, menjadi rival Anas pada saat perebutan Ketum PD di Kongres Bandung.

Bisa jadi, karena persoalan ini pula, pada waktu itu Wafid tidak memperoleh informasi bahwa KPK sedang melakukan penyadapan di Kemenpora. Wafid tak sadar “terus berlari kencang”, di saat rekan-rekan sejawatnya justru “diam di tempat” mengantisipasi segala kemungkinan.

Lalu bagaimana pula sebuah informasi yang sangat rahasia bahwa KPK sedang melakukan penyadapan bisa bocor ke orang-orang Kemenpora?  Sebelumnya, informasi serupa juga pernah bocor, yakni ketika KPK menyadap aparat Polri sehingga bermuara pada munculnya kasus Cicak vs Buaya

Melihat kasus yang pernah muncul sebelumnya, yakni kasus Cicak vs Buaya, pada waktu itu, petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ‘dikerjai’ aparat kepolisian. Bahkan Kepala Bagian Reserse Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri saat itu, Susno Duadji mengetahui betul bahwa dirinya sedang disadap, sehingga melakukan upaya kontra intelijen.

Semua penduduk di negeri ini, pada akhirnya mengetahui bagaimana kasus itu berujung dan polemik berkepanjangan yang mengikutinya. Tapi yang pasti, dari kasus itu dapat diketahui, bocornya informasi bahwa KPK sedang melakukan penyadapan adalah sebuah keniscayaan dan sudah pernah terjadi sebelumnya. Hal yang sama juga bisa terulang di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).

Munculnya fakta-fakta pada tulisan di bagian 1 dan munculnya keniscayaan terkait bocornya informasi bahwa KPK sedang melakukan penyadapan, telah memunculkan banyak pertanyaan menggelitik. Siapa sesungguhnya pembocor informasi itu, lalu apa motifnya dan untuk siapa ia bekerja?

Memang tak mudah menjawab pertanyaan itu, namun bila melihat ekses yang ditimbulkan dari kasus Kemenpora terhadap Partai Demokrat (PD) dan orang-orang yang disebutkan terkait dengan kasus tersebut, maka bisa dipastikan bahwa operasi intelijen ini sesungguhnya telah dirancang sangat matang dan sangat profesional.

Walaupun sumber informasi yang disebutkan pada tulisan bagian 1 tidak menyatakan secara detil, siapa aktor-aktor yang ‘bermain’ di awal terkait kasus ini, ia menyebutkan bahwa informasi KPK sedang menyadap Kemenpora disampaikan orang dalam PD sendiri. Keterangan ini jelas sangat menarik, tapi sayang saat itu, keterangan tersebut tak bisa ditelusuri lebih jauh lagi.

Sumber itu juga tak mengetahui, bagaimana si informan pembocor tersebut bisa mendapatkan informasinya bahwa KPK sedang melakukan penyadapan kepada Kemenpora. Namun, ia memberi sinyalemen bahwa kasus ini merupakan ‘permainan’ tingkat tinggi.

Ketika ditanyakan kepada sumber itu, tentang kemungkinan Presiden SBY mengetahui skenario tersebut, ia mengernyitkan dahi dan membuka dua telapak tangannya, memberi isyarat bahwa ia tak tahu-menahu terkait itu. Akibatnya, rasa penasaran semakin tak terbendung lagi untuk menyelami kasus ini lebih dalam.

Lalu keterangan terbatas dari sumber tersebut menjadi lebih menarik, ketika kemudian diketahui siapa sesungguhnya jati diri dari si informan pembocor itu. Ia diketahui sebagai simpatisan PD yang bergabung pada 2007. Penulusuran lanjutan juga menunjukkan, ia tampak segaris dengan tokoh-tokoh PD di luar garis Anas Cs.

Kini muncul pertanyaan, apakah si informan pembocor itu melaksanakan aksinya, sesungguhnya dengan maksud demi menyelamatkan semua kader PD yang terlibat bisnis di Kemenpora? Atau justru ia melakukan itu semua, hanya untuk ‘menyingkirkan’ beberapa kader PD lewat bisnis yang ‘bermasalah’ di Kemenpora?

Mafia Alutista Peras KSAD


Kisruh mengenai rencana pembelian tank Leopard 2 dari Belanda ternyata didalangi mafia Alutsista, karena rencana pembelian tersebut sifatnya G to G, tidak melibatkan perantara sama sekali. Oleh sebab itu, mafia-mafia Alutsista itu melobi DPR agar menolak rencana tersebut, sebab merasa dirugikan, sumber INTELIJEN menuturkan.
"Sudah menjadi menjadi rahasia umum bahwa setiap pembelian senjata dari luar negeri, mafia Alutsista selalu ikut-ikutan dan mengatur semua kontrak yang dapat merugikan negara. Mafia Alutsista ini biasanya mark up harga senjata yang dibeli, menyuap oknum pejabat di kemhan dan DPR," kata sumber itu.
Berbeda dengan pembelian tank Leopard 2 dan pembelian senjata untuk kebutuhan TNI AD lainnya, KSAD Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo menegaskan tidak akan menggunakan jasa perantara, dan tidak akan ada satu sen pun uang negara yang terbuang percuma. Akibatnya rencana pembelian tank oleh KSAD ditentang habis-habisan.
Hal senada juga diungkap RE. Baringbing. Mantan perwira Badan Intelijen Strategis (Bais) ini mengatakan, setiap pembelian peralatan militer memang selalu ada “calo,” seperti yang dilansir situs itoday.
Intinya, TNI tidak bisa mendapatkan senjata sesuai dengan keinginannya, tetapi harus sesuai dengan kemauan mafia Alutsista.

Kejadian hampir serupa juga pernah terjadi di pertengahan dekade 1990-an, dimana TNI sudah melakukan kajian untuk membeli tank berat. Namun yang terjadi, TNI justru mendapatkan tank ringan Scorpio buatan buatan Alvis Vickers, Inggris.
Dikemudian hari baru diketahui, ternyata tank ringan Scorpio buatan Inggris ini dibeli seharga tank berat Challanger 2. Diduga kasus mark up tersebut melibatkan keluarga Cendana.