Terpilihnya Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai presiden RI pertama lewat Pilpres secara langsung pada 2004, bukanlah sesuatu yang tidak bisa diprediksikan. Terlepas dari pro dan kontra terkait kinerjanya saat ini, mantan Menkopolhukam tersebut, pada waktu itu adalah sosok populis dengan banyak prestasi yang digenggamnya.
Salah satu prestasi itu adalah menjadi solution maker atas beberapa konflik horizontal yang terjadi di negeri ini. SBY bersama Jusuf Kalla (JK) yang menjabat sebagai Menkokesra, mampu berduet dan saling melengkapi menyelesaikan konflik horizontal di tengah masyarakat pada Kabinet Presiden Megawati Soekarnoputri.
Bukan hanya itu, SBY juga memiliki jaringan internasional mumpuni, khususnya dengan negara-negara Barat. Ia tercatat pernah menempuh pendidikan di Amerika Serikat dan beberapa negara Barat lainnya. Diakui atau tidak, restu internasional terhadap capres di negeri ini juga ikut menentukan, bisa atau tidaknya seseorang menjadi presiden.
Tapi ironisnya kini, hingga dua tahun jelang Pilpres 2014, sosok yang mumpuni seperti SBY atau pun JK, tak juga muncul. Sedangkan beberapa tokoh nasional yang hadir di bursa awal pencapresan saat ini, bukanlah mereka yang bisa disebut sebagai sosok populis dan solution maker, apalagi memiliki jaringan internasional mumpuni.
Sebut saja Aburizal Bakri, Hatta Rajasa, Prabowo Subianto, bahkan Anas Urbaningrum. Nama-nama mereka bisa jadi populis di mata rakyat Indonesia, tapi sampai saat ini, keempatnya belum bisa membuktikan bahwa mereka adalah sosok yang bisa diandalkan untuk menjadi solution maker.
Belum lagi jaringan internasional yang belum dimiliki secara memadai oleh para bakal capres tersebut. Ical sapaan Aburizal Bakri, lewat jaringan bisnis dan kepartaiannya, hanya memiliki jaringan internasional canggung, baik dengan Cina atau pun dengan AS.
Begitu pula dengan Hatta, keberadaan jaringan internasionalnya sama sekali belum teruji. Sedangkan Prabowo, memang dikenal memiliki jaringan internasional, tapi hanya sebatas di negara-negara Timur Tengah yang notabene tidak memiliki bargaining tinggi dalam konstelasi politik global, bila dibandingkan dengan negara-negara Barat.
Hal serupa terjadi pada Anas, tokoh muda ini disinyalir samasekali tidak memiliki jaringan internasional. Tapi kekurangan ini diharapkan akan didapatkan dari Ulil Abshar Abdallah yang konon bergabung ke Partai Demokrat karena dipinang Anas secara langsung. Ulil dikenal dekat dengan para elit negara Paman Sam.
Karena banyaknya kekurangan yang dimiliki para bakal capres tersebut, maka bisa dipastikan rakyat akan kesulitan menentukan siapa pemimpin yang paling tepat dan dapat diandalkan untuk menahkodai negeri ini setelah Presiden SBY. Dihadapkan dengan kondisi seperti ini, maka sudah saatnya bagi rakyat Indonesia, mengharapkan Tuhan menggunakan hak preogratifnya, memilih sosok yang pantas memimpin negeri ini pada 2014.
Konon, pilihan Tuhan tak pernah salah bagi umatnya. Begitu pula bila seluruh rakyat Indonesia serius berdoa agar diberikan pemimpin terbaik, karena hanya dengan cara seperti itu, rakyat bisa melibatkan Tuhan dalam urusan ini. Segala upaya harus dilakukan guna menyelamatkan rakyat Indonesia dari kesengsaraan yang lebih parah.